Saturday, August 18, 2018

Karakteristik Pendidikan Kejuruan




Pembangunan pendidikan tidak hanya untuk mengembangkan aspek intelektual saja melainkan juga keterampilan, kepribadian, atau dengan kata lain menciptakan manusia seutuhnya. Upaya ini dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia dan mutu pendidikan. Untuk melaksanakan hal ini, maka semua jenjang lembaga pendidikan formal (sekolah) mempunyai tugas untuk merumuskan hal ini. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan generasi muda siap kerja. Lulusan SMK dituntut tidak hanya memiliki hard skill, tetapi juga soft skill. Hard skill dapat dibentuk pada diri siswa melalui masing‐masing bidang keahlian. Soft skill merupakan keterampilan kepribadian yang terbentuk karena penanaman nilai kebajikan.
Dalam pendidikan kejuruan mempunyai beberapa karakteristik yang sekaligus pembeda antara sekolah umum dengan sekolah kejuruan.Membaca untuk mendapatkan informasi untuk menafsirkan serta menyimpannya di dalam ingatan. Sebaliknya pada pendidikan kejuruan Menggunakan pengalaman sebagai metode utama. Pengalaman dalam melakukan suatu pekerjaan untuk mengembangkan keterampilan dalam memikirkan kinerja dalam suatu pekerjaan, sehingga mendapatkan pemahaman dan inisiatif penuh dalam memecahkan masalah-masalah pekerjaan.
Selain dalam methode pembelajaran tetapi materi yang diberikan atau di ajarkan juga sangat berbeda. Untuk pendidikan kejuruan memberikan pelatihan khusus dalam hal keterampilan dan pengetahuan yang berguna untuk setiap pekerjaan tertentu. Namun untuk pendidikan umum memberikan pelatihan mengenai informasi umum yang diperlukan sebagai latar belakang untuk kehidupan dan pelatihan dalam perangkat-perangkat umum pembelajaran yang diperlukan siswa untuk bekal belajar lebih lanjut mengenai kehidupan.
Dalam Pendidikan sekolah menengah kejuraan memiliki tiga model penyelenggaraan Pendidikan kejuruan, menurut Hadi (Muliati A.M, 2007:8-9) adalah :
1.      Model pertama, pemerintah tidak mempunyai peran, atau hanya peran marginal dalam proses kualifikasi pendidikan kejuruan. Model ini sifatnya liberal, namun kita dapat mengatakannya sebagai model berorientasi pasar (Market Oriented Model).

2.      Model kedua, pemerintah sendiri merencanakan, mengorganisasikan dan mengontrol pendidikan kejuruan. Model ini sifatnya birokrat, pemerintah dalam hal ini yang menentukan jenis pendidikan apa yang harus dilaksanakan di perusahaan, bagaimana desain silabusnya, begitu pula dalam hal pendanaan dan pelatihan yang harus dilaksanakan oleh perusahaan tidak selalu berdasarkan permintaan kebutuhan tenaga kerja ataupun jenis pekerjaan saat itu.

3.      Model ketiga, pemerintah menyiapkan/memberikan kondisi yang relatifkomprehensif dalam pendidikan kejuruan bagi perusahaan-perusahaan swasta dan sponsor swasta lainnya. Model ini disebut juga model pasar dikontrol pemerintah (state controlled market) dan model inilah yang disebut model sistem ganda (dualsystem) sistem pembelajaran yang dilaksanakan di dua tempat yaitu sekolah kejuruan serta perusahaan yang keduanya bahu membahu dalam menciptakan kemampuan kerja yang handal bagi para lulusan pelatihan tersebut.

Menurut Menurut Djojonegoro (Muliati A.M, 2007:9) pendidikan system ganda merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh. Sejalan dengan pendapat tersebut Permana (2005:33) mengemukakan PSG pada dasarnya merupakan suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaankeahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.
Jenis atau bidang keahlian dalam lingkup pendidikan kejuruan masing-masing tugas atau fungsi dalam dunia usaha atau dunia industri perlu diidentifikasi, dikelompokkan sesuai bidang pendidikan kejuruan, apakah pendidikan kejuruan ekonomi, kerajinan, tekstil, teknologi, pariwisata, pertanian, perikanan, dan sebagainya. Mengidentifikasi tugas-tugas dalam setiap bidang keahlian kejuruan ini akan lebih baik dilakukan oleh orang-orang yang memiliki wawasan dalam bidangnya masing-masing. Dapat dicontohkan identifikasi fungsi yang berkaitan dengan kelompok pariwisata bidang busana, seperti :
a. Membuat pola.
b. Memotong busana.
c. Menjahit bagian busana.
d. Finishing pembuatan busana.
e. Menghias busana.
Dari identifikasi fungsi-fungsi di atas di industri busana dapat dirinci lebihspesifik lagi menjadi daftar kegiatan-kegiatan dari setiap fungsi, yang selanjutnya dikaitkan dengan setiap kompetensi atau keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap orang yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan itu.
Dari penjelasan diatas sangat jelas dalam penggunaan methode pengajaran yang di lakukan di SMK dan di SMA sangat berbeda maka dari itu hasil keluaran peserta didik dari SMA dan SMK sangat berbeda cara berfikir terutama dalam penyelesaian masalah. Namun untuk beberapa kasus kemampuan dan cara berfikir peserta didik yang bersar dari SMA terkadang mendekati peserta didik dari SMK hal ini karena adanya kegiatan tambahan (ekstrakulikuler) yang berhubungan tentang praktikum ( pembuatan alat atau produk) banyak SMA yang sudah memperbanyak ekstrakulikuler di sekolah karena di sadari tentang pentingnya ekstrakulikuler yang ada di sekolah. Untuk beberapa sekolah bahkan ada yang mewajibkan siswa untuk mengikuti kegitan ekstrakulikuler minimal 1 ekstrakulikuler untuk bekal keahlian di masyarakat.
Hal ini di sebabkan lingkungan belajar dan methode penyelesaian suatu masalah dalam ke hidupan di sekolah, seperti teori Empirisme yang mengatakan bahwa lingkungan dan cara mendidik akan berpengaruh pada perkembangan manusia. Dalam teori tersebut juga meyakini bahwa setiap manusia yang di lahirkan memiliki bekal pengetahuan yang sama hanya yang membedakan adalah lingkungan dan pengalaman yang telah di alami oleh setiap individu atau perorangan. Contoh seseorang yang di lahirkan di lingkungan yang berpendidikan maka ia akan mempunyai Pendidikan yang sama seperti di lingkungan dan sebaliknya seseorang yang di lahirkan di lingkungan yang tidak mengerti pendidikan maka orang tersebut akan buta dan tidak mengerti tentang Pendidikan


DAFTAR PUSTAKA
RASTO. 2012. Pendidikan Kejuruan. Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisinis Universitas
PendidikanIndonesia. Dari http:// file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._PENDIDIKAN _MANAJEMEN_PERKANTORA/RASTO/Manajemen%20Pendidikan/Tinjauan%20Pustaka/Pendidikan%20Kejuruan.pdf
Arifah A.R. 2009.Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Pengembangan Serta
Implementasinya
Muliati A.M.2007. Evaluasi Program Pendidikan Sistem Ganda: Suatu Penelitian Evaluatif
            Berdasarkan Stake’s Countenance Model Mengenai Program Pendidikan Sistem Ganda pada             sebuah SMK di Sulawesi Selatan (2005/2007). [Online]. Tersedia: http://www.damandiri.or.id/file/ muliatyunjbab.pdf.
Permana, T. (2005). Pemahaman Konsep PSG dan Intensitas Bimbingan terhadap Kemampuan
            Membimbing Siswa PSG. INVOTEC, 3 (7). 33 – 39. [Online]. Tersedia:             http://pkk.upi.edu/invotec_33-9.pdf.